touch every thought with your heart
and u'll see something that was you won in your life

Realitas Hati

Label:

Terlahir dari kasih sayang dan cinta tulus. Sebuah mahligai indah yang bermuara kepada Allah, Rabbnya. Adalah sebait doa yang melagu dalam alunan batin, yang mendayu merdu merasuki alam bawah sadar yang terus saja berlari tak tentu arah.

Mengecap sebuah kehidupan dramatis, penuh dilema dan dihiasi pernik polah tingkah khas remaja yang kemudian beralih seiring waktu menjadikannya dewasa. Layaknya layang-layang yang tak pernah berhenti tertiup angin, itulah hati yang bersemayam pada diri ini. Kadang angin membawanya meliuk ke kiri, kemudian ke kanan, bahkan kemudian ia berputar tak tentu arah, limbung hingga kemudian terjatuh. Namun satu hal pasti yang ia pertahankan adalah, ia tak ingin benang yang mengikatnya terputus. Karena benang itulah yang akan membawanya kembali pada gulungan makna kehidupan. Sebuah harapan yang tetap membuatnya yakin bahwa ia diciptakan untuk memenuhi fitrahnya sebagai seorang hamba.

Kehidupan mengajarinya untuk setegar batu karang. Meski terkadang ia menjadi begitu rapuh dan patah dikala ombak terus saja menghujam, tapi ia tetap mencoba untuk bertahan hingga titik penghabisan. Karena ia tahu, hidup ini tidaklah seindah bayang yang tercipta di dalam angan.

Namun saat ia terjaga, ia tak sadar bahwa di depannya berdiri sebuah bayangan hitam yang begitu pongah mengisi setiap detak jantungnya yang membuatnya terus saja merasa tak terkalahkan. Dengan kegembiraan dan senyuman yang mungkin saja dipaksakan atau ditebarkan dengan kesombongan. Membuat dirinya semakin hina karena ketawadhu’an yang telah hilang dari rongga yang terdalam. Menjadikan fikirnya semakin tak sadar bahwa dirinya hanyalah seorang pecundang, yang akan hilang ditelan waktu hingga akhirnya ia bergelut dengan emosi jiwa yang penuh dengan kedha’ifan.

Lalu, Allah menegurnya. Hingga membuatnya terbangun dari mimpi-mimpi kelam. Mimpi yang semakin membuat ia lupa akan rasa malu yang seharusnya menjadi penjaganya. Rasa malu yang seharusnya ia rasa saat ia tak lagi menggenggam ilmunya, rasa malu yang seharusnya ia bangun dikala harta yang dimilikinya tak lagi membawanya berderma, rasa malu yang seharusnya ia cari saat air matanya tak lagi mengalir karena dosa.

Kini, ia hanya dapat bertanya dalam penyesalan. Akankah ia mendapatkan kesucian kembali setelah ia dinodai oleh keruhnya nafsu duniawi. Akankah ia dapat merasa kembali menghamba, dikala kesombongan telah mencabik-cabik kekuatan fikirnya. Akankah ia layak mencium aroma syurga, dikala neraka mungkin telah siap menyambut kedatangannya.

Dan ia pun kembali meneteskan air mata, entah sedih, senang, atau mungkin tidak untuk keduanya. Karena ia tahu, air matanya terlalu hina untuk mengantarkan dirinya menuju pintu syurga.

Wonosobo, 01 Ramadhan 1430 H
0 komentar:

Followers

Mengenai Saya

Foto saya
Hanyalah ibu dari kedua adik laki-lakiku Yang mencoba untuk tetap bersyukur, atas segala hal yang telah Tuhan anugerahkan Kepadaku. Dan yang terus berusaha mewujudkan mimpi, membina sebuah keluarga kecil yang hidup dalam kejujuran dan cinta...

Arsip Blog